SELAMAT DATANG DI BLOG<= KAMPUNG KARANGSALAM =>< KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM

29 Okt 2012

Toleransi Hilang Egoistis Datang

Seputar kehidupan sosial antara dulu dan masa sekarang, di kampung karang salam sudah sangat jauh berbeda dengan mengabil nilai dari tingkah laku keseharian warganya. Jika dahulu toleransi antar warganya masih sangat tinggi dalam hal apa pun, semua warga bisa bahu membahu untuk kepentingan keluarga dan kepentingan bersama. Kini keadaan itu sudah semakin pudar dan lama kelamaan bisa hilang seperti di kehidupan kota, jika tidak segera dicarikan jalan keluarnya untuk mengembalikan rasa toleran sesama warga. Dalam hal ini pemimpin kampung yang sebenarnya memiliki peran yang sangat sentral untuk bisa mengembalikan rasa toleransi antar warga dengan cara mengajak semua warganya untuk kembali bertenggang rasa jika ada yang butuh bantuan. Hal ini mudah untuk diwujudkan mengingat, memang sebenarnya warga kampung memiliki rasa toleransi dan tenggang rasa yang tinggi asal ada yang mengarahkan, nah di sinilah peran tokoh masyarakat seperti, ketua RT, ketua RW, dan tokoh - tokoh lainnya yang bisa menjadi panutan untuk masyarakat. 
Banyak sekali cara untuk mewujudkan hal di atas, misalnya masalah kerja bakti bisa dibangkitkan lagi minimal dua minggu sekali, perkumpulan pengajian, arisan, rembug temu warga dan lain sebagainya. Alih - alih bisa kumpul dalam satu tempat dengan semua warga bisa dilanjutkan dengan membahas sesuatu hal mengenai warga yang perlu bantuan atau sekedar membicarakan keperluan administrasi kampung. Namun kemauan itu yang mungkin sudah tidak dimiliki oleh tokoh - tokoh masyarakat sekarang,  sehingga warga pun tidak punya orientasi lagi untuk berbuat sesuatu bagi warga lainnya bahkan kampungnya. Perbedaan itu jelas sekali terlihat saat ini, hilangnya sebutan "sambatan / nyambatna" istilah di kampung adalah bekerja sama antar warga dengan kesadaran untuk mendirikan rumah warga lainnya yang sedang membangun rumah tanpa pamrih apa pun termasuk bayaran. 
Admin mencoba menelusuri jejak "sambatan / nyambatna" ini, dan sangat disayangkan kini sudah tidak ditemukan lagi, kecuali dalam kapasitas kecil misalnya memperbaiki fasilitas umum sebagai contoh memperbaiki mushola. Pola pikir sekarang semuanya harus dengan uang atau bayaran, tanpa bayaran dengan uang tenaga sangat jarang dikeluarkan untuk hal - hal seperti dijelaskan tadi. Sebagai warga kampung sebenarnya hal ini sangat membuat khawatir tentang tenggang rasa yang akan bisa musnah dan kehidupan menjadi egoistis pada masing - masing warganya. Jika hal ini terjadi, budaya yang selama turun temurun dijalani warga menjadi hilang dan pasti sangat sulit untuk mengembalikannya. Dan bisa di sebut juga para pendahulu tidak bisa mewariskan budaya positif kepada generasi penerusnya.
Banyak sekali yang admin ingin ungkapkan di sini mengenai kampung karang salam, dengan harapan generasi kampung ini bisa memahami dan belajar untuk bertoleransi kembali, namun waktu juga yang sering membatasi, sehingga belum bisa maksimal. Tapi akan admin usahakan memperbaiki kinerja bagi blog ini sepaya isinya bisa berjalan sesuai harapan dan relevan dengan kenyataan. Akhir kata sekian saja dulu, semoga ada yang tersentuh untuk masalah ini dan bisa memelopori  untuk kebaikan, jika ada kata yang menyinggung warga, admin mohon maaf yang seluas - luasnya.
Karang Salam kita

Tidak ada komentar: