SELAMAT DATANG DI BLOG<= KAMPUNG KARANGSALAM =>< KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM < KAMPUNG KARANGSALAM
Tampilkan postingan dengan label PETANI GULA MERAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PETANI GULA MERAH. Tampilkan semua postingan

21 Sep 2012

Petani Gula Merah Kini

Petani Gula Merah
Petani gula merah di Kampung Karang Salam Tempo Dulu sudah admin singgung di postingan yang lalu, walau hanya sedikit, semoga sudah bisa memberikan gambaran kehidupan para petani dan keluarganya di masa lalu bagi pemirsa. Nah sesuai janji admin, postingan kali ini akan menggambarkan petani gula merah Kampung Karang Salam di masa sekarang. Yang mana kehidupan tradisionalnya sudah semakin terkikis oleh kemajuan zaman.
Mengamati kehidupan para petani gula merah di Kampung Karang Salam sekarang sungguh sangat berbeda dengan [lima belas tahun silam] ketika admin banyak melihat begitu semangat dan bergairahnya para petani penderes nira waktu itu dalam menjalankan kehidupanya sehari-hari. Perubahan mulai terjadi dari mulai zaman krisis ekonomi yang melanda negeri ini, kehidupan petani gula merah menjadi semakin sangat terpuruk hingga sekarang. Hal yang sangat mempengaruhi kehidupan para petani jika dibandingkan yang dulu dengan saat sekarang adalah harga kebutuhan pokok yang tidak seimbang dengan harga jual gula merah [jadi] di tingkat pengumpul. Sebagai contoh ketika itu [lima belas tahun yang lalu], petani menjual gula merah satu kilogram, mereka bisa membeli beberapa kebutuhan pokok antara lain beras dan bahan lauk untuk konsumsi keluarga kecil dengan satu orang anak. Ketika petani bisa menghasilkan gula merah empat kilogram saja dalam sehari, maka ketika dijual akan ada uang yang bisa disisihkan untuk kebutuhan lain.
Namun kini sepertinya sudah sangat tidak mungkin untuk bisa seperti itu, karena untuk mendapatkan kebutuhan pokok yang layak untuk di makan anggota keluarga, katakanlah keluarga kecil dengan satu orang anak, petani harus menjual gula merahnya hingga sekitar empat kilogram. Bayangkan jika petani hanya bisa menghasilkan empat kilogram gula merah dalam sehari, sudah pasti hasil dari jerih payah yang tidak mengenal lelah itu hanya untuk kebutuhan makan keluarga dalam sehari. Itulah yang membuat gairah petani gula merah tidak lagi bersemangat seperti dulu.
Dampak dari semua itu adalah generasi penderes nira yang sangat minim peminat untuk meneruskan usaha turun temurun ini. Generasi mereka lebih memilih untuk bekerja di sektor lain yang lebih menjanjikan untuk mendapatkan pendapatan lebih bagi keluarga, seperti menjadi kuli bangunan atau bahkan merantau ke kota lain dengan bekerja / usaha jenis lain, jika pun ada karena kepepet sebab tidak punya pilihan lain. Admin ketika idul fitri tahun 2012 yang lalu sempat menghitung jumlah petani yang mesih aktif menjalani kehidupan sebagai petani. Dari total yang admin tanya, petani yang benar - benar aktif setiap hari menyadap nira hanya ada 6 [enam] orang saja atau hanya sekitar 10% dari jumlah total kepala keluarga. Bandingkan dengan dulu [sekitar lima belas tahun lalu] yang mencapai 90% kepala keluarga bekerja sebagai petani gula merah dalam mencukupi kebutuhan kehidupan keluarganya.
Perlu admin paparkan juga tentang pola menyadap nira yang dulu dan dengan sekarang bahwa, jika dulu menyadap nira menggunakan tabung bambu untuk wadah nira dan mengambil nira setiap pagi dan sore. Maka cara menyadap nira yang sekarang sudah sangat berbeda, karena mereka sekarang menggunakan jerigen atau tok [bahasa jawa] untuk wadah nira sadapannya. Dan waktu mengambil sadapanya pun sekarang hanya satu kali sehari, yaitu ketika pagi hari. Memang masih ada yang dua kali dalam mengabil sadapan nira, namun pola satu kali pasti akan diikuti oleh yang lain kerana alasan menghemat waktu.
Ketika admin bertanya, kenapa hanya sekali menyadap nira yaitu di pagi hari saja, apa hasilnya tidak terpengaruh? Mereka menjawab, memang ada perbedaan, tapi hanya beberapa persen saja. Dan mereka membandingkan dengan keluaran tenaga untuk memanjat pohon, tidak seimbang hasilnya jika dua kali memanjat, maka mereka putuskan untuk menyadap sekali sehari.
Kisah-kisah para penderes ini admin terlibat langsung di lokasi. Kampung Karang Salam
Karang Salam Kita